Meskipun belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian ventilator associated pneumonia (VAP) di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP bervariasi antara 9-27% angka kematiannya 27% bahkan sudah mencapai 43% pada VAP yang disebabkan oleh resisten antibiotik, dan lama hari rawat meningkat dari 5 sampai 7 hari (Augustyn, 2007). Berikut ini adalah beberapa data mengenai kejadian VAP yang didapatkan dari berbagai penelitian :
a. Angka kejadian VAP di Amerika Serikat mencapai 2,9 per 1000 penggunaan ventilasi mekanik di ICU pediatrik dan 15,2 per 1000 penggunaan ventilasi mekanik di ICU trauma, angka kematian berkisar antara 24-50% bergantung pada tingkat keparahan penyakit pasien dan pathogen yang terlibat, rata-rata lama hari rawat di ICU meningkat 6,1 hari, rata-rata lama hari rawat di rumah sakit meningkat 10,5 hari, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $40.000 (Youngquist, 2007).
b. Angka kejadian VAP mencapai 27%, angka kematian mencapai lebih dari 43% pada VAP yang disebabkan oleh resisten antibiotic, rata-rata lama hari rawat di ICU meningkat 5-7 hari, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $1,2 Milyar per tahun (Augustyn, 2007).
c. Berdasarkan penelitian beberapa kasus di Amerika dilaporkan bahwa kejadian VAP mencapai 9%-28% pada pasien dengan ventilator mekanik, dan angka kematian akibat VAP sebanyak 24%-50%. Angka kematian dapat meningkat mencapai 76% pada infeksi yang disebabkan pseudomonas atau acinobacter. Disamping itu, kejadian VAP dapat memperpanjang waktu perawatan di ICU dan meningkatkan biaya perawatan (Wiryana, 2007).
d. VAP menduduki peringkat kedua sebagai infeksi nosokomial yang sering terjadi dengan angka kejadian VAP adalah 15% dari seluruh kejadian HAP, 27% dari seluruh kejadian infeksi di ICU, 24% dari seluruh kejadian infeksi di CCU, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $50 million per tahun (Jones, 2008).
e. Proporsi kejadian VAP di Amerika 1,7 juta dengan tingkat kematian 99.000 per tahun (Davies, 2009).
Berdasarkan hasil berbagai penelitian tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa angka kejadian VAP masih tinggi. Faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya VAP adalah : (1) pemasangan selang nasogastrik, (2) pemberian makanan bolus enteral, (3) distensi berlebihan pada gastric, (4) pengobatan stress ulcer, (5) posisi supine, (6) rute intubasi nasal, (7) instilasi normal salin, (8) understaffing, (9) ketidaksesuaian prosedur mencuci tangan, (10) penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, dan (11) ketidakadekuatan pelatihan pencegahan VAP.
Selain itu masih ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya VAP , diantaranya tindakan suction yang dilakukan dengan tidak benar (Joyce, 2005), kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan , pemasangan ventilator mekanik, posisi istirahat pasien yang tidak ditinggikan , penggunaan antibiotik, pemasangan pipa nasogastrik, stress ulcer, dan pemberian obat penenang (Cindy, 2009). Kejadian VAP erat kaitannya dengan masalah pada patient safety dan manajemen risiko yang diterapkan di sebuah rumah sakit, terutama pada area pelayanan keperawatan kritis. Untuk itu diperlukan usaha yang keras terutama pada petugas kesehatan agar angka kejadian VAP khususnya di ruang ICU bisa ditekan.
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) bukan merupakan Issue yang baru dalam tatanan keperawatan kritis. Tetapi angka kejadiannya dari tahun ke tahun trennya mengalami peningkatan. VAP dapat dikurangi dengan implementasi program “best practice” dengan tiga prinsip utama yaitu (Smith Medical, 2008) :
1. Mengurangi kolonisasi
a. Kebersihan tangan
Kebersihan tangan harus diperhatikan baik oleh tenaga kesehatan maupun pengunjung pasien. Tindakan pencegahan standar kebersihan cuci tangan sebagai pencegahan trasmisi bakteri dari satu orang ke orang yang lain adalah sebagai berikut :
1) Jika tangan terlihat kotor dengan jelas, dekontaminasi tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antimikroba dan air atau dengan sabun non antimikroba dan air.
2) Gunakan alcohol yang mengandung sedikit air agen antiseptic untuk tangan yang tidak kotor setelah kontak dengan membrane mukosa, secret pernafasan, atau benda yang terkontaminasi dengan secret pernafasan dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan.
3) Bersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang terpasang endotrakheal atau selang trakheostomi, dan sebelum dan sesudah kontak dengan perangkat pernafasan yang digunakan pada pasien dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan.
b. Kebersihan mulut
Pada penelitian yang dilakukan Kollef, et al. flora orofaringeal pada pasien kritis berubah dalam 24-48 jam dan pathogen VAP akan terdapat pada secret pada mulut pasien yang dilakukan intubasi dalam 24 jam. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa decontaminasi pada mulut merupakan metode efektif untuk mengurangi kejadian VAP.
c. Penghisapan secret (Suction)
Prosedur tetap yang dikeluarkan oleh American Association for Respiratory Care (AARC) merekomendasikan penggunaan suction tertutup sebagai bagian dari strategi pencegahan VAP.
d. Tidak menggunakan saline
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan saline dapat menyebabkan masuknya bakteri melalui selang endotrakheal atau trakheostomi menuju paru-paru.
e. Humidifikasi aktif atau pasif.
f. Pemeliharaan selang ventilator
The Centers for Disease Control and Prevention tidak merekomendasikan pergantian selang ventilator lebih dari 48 jam. Pergantian selang ventilator harus dilakukan ketika selang terlihat kotor secara teratur.
g. Pemeliharaan selang tertutup
Penggunaan selang tertutup diharapkan dapat mencegah masuknya pathogen ke dalam saluran pernafasan.
h. Pemberian profilaksis peptic ulcer
Pemberian profilaksis peptic ulcer tidak hanya untuk mengurangi pH yang dapat menimbulkan peptic ulcer, tetapi juga dapat mencegah respon inflamasi yang kuat pada paru-paru jika pasien mengalami aspirasi.
2. Mencegah aspirasi
a. Oral suctioning
b. Subglotic suctioning
c. Pemeliharaan tekanan cuff dan selang endotrakheal
d. Pengaturan posisi kepala
e. Pengkajian tingkat sedasi untuk penentuan penyapihan ventilator
f. Pemberian profilaksis thrombosis vena
3. Pendidikan tenaga kesehatan
Untuk menurunkan angka kejadian VAP di ICU, perubahan perilaku tenaga kesehatan juga dibutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan yang diberikan kepada tenaga kesehatan.
Berdasarkan faktor risiko dari beberapa penelitian klinis tersebut, maka untuk mengatasi masalah VAP yang terjadi di tatanan keperawatan kritis diperlukan kerjasama interdisiplin yang melibatkan berbagai elemen tenaga kesehatan yang terkait sehingga dapat menciptakan good clinical governance. Salah satu tahapan untuk menciptakan good clinical governance diantaranya adalah memperhatikan dan menerapkan manajemen resiko dan patient safety.
SUMBER :
Jones, A. 2008. Ventilator-Associated Pneumonia. Power Point Presentation. http://rc-edconsultant.com/
Smiths Medical. 2008. Ventilator Associated Pneumonia : A Clinical Approach to Prevention Self-Study Guide. http://web.ebscohost.com/
Youngqist, P., et al. 2007. Implementing A Ventilator Bundle in A Community Hospital, The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, vol.33, no. 4, pp. 219-225. http://www.allinahealth.org/ahs/unity.nsf/page/NursingresearchVAPapril2007.pdf/
a. Angka kejadian VAP di Amerika Serikat mencapai 2,9 per 1000 penggunaan ventilasi mekanik di ICU pediatrik dan 15,2 per 1000 penggunaan ventilasi mekanik di ICU trauma, angka kematian berkisar antara 24-50% bergantung pada tingkat keparahan penyakit pasien dan pathogen yang terlibat, rata-rata lama hari rawat di ICU meningkat 6,1 hari, rata-rata lama hari rawat di rumah sakit meningkat 10,5 hari, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $40.000 (Youngquist, 2007).
b. Angka kejadian VAP mencapai 27%, angka kematian mencapai lebih dari 43% pada VAP yang disebabkan oleh resisten antibiotic, rata-rata lama hari rawat di ICU meningkat 5-7 hari, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $1,2 Milyar per tahun (Augustyn, 2007).
c. Berdasarkan penelitian beberapa kasus di Amerika dilaporkan bahwa kejadian VAP mencapai 9%-28% pada pasien dengan ventilator mekanik, dan angka kematian akibat VAP sebanyak 24%-50%. Angka kematian dapat meningkat mencapai 76% pada infeksi yang disebabkan pseudomonas atau acinobacter. Disamping itu, kejadian VAP dapat memperpanjang waktu perawatan di ICU dan meningkatkan biaya perawatan (Wiryana, 2007).
d. VAP menduduki peringkat kedua sebagai infeksi nosokomial yang sering terjadi dengan angka kejadian VAP adalah 15% dari seluruh kejadian HAP, 27% dari seluruh kejadian infeksi di ICU, 24% dari seluruh kejadian infeksi di CCU, dan setiap kejadian VAP diestimasikan menambah pengeluaran biaya perawatan $50 million per tahun (Jones, 2008).
e. Proporsi kejadian VAP di Amerika 1,7 juta dengan tingkat kematian 99.000 per tahun (Davies, 2009).
Berdasarkan hasil berbagai penelitian tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa angka kejadian VAP masih tinggi. Faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya VAP adalah : (1) pemasangan selang nasogastrik, (2) pemberian makanan bolus enteral, (3) distensi berlebihan pada gastric, (4) pengobatan stress ulcer, (5) posisi supine, (6) rute intubasi nasal, (7) instilasi normal salin, (8) understaffing, (9) ketidaksesuaian prosedur mencuci tangan, (10) penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, dan (11) ketidakadekuatan pelatihan pencegahan VAP.
Selain itu masih ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya VAP , diantaranya tindakan suction yang dilakukan dengan tidak benar (Joyce, 2005), kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan , pemasangan ventilator mekanik, posisi istirahat pasien yang tidak ditinggikan , penggunaan antibiotik, pemasangan pipa nasogastrik, stress ulcer, dan pemberian obat penenang (Cindy, 2009). Kejadian VAP erat kaitannya dengan masalah pada patient safety dan manajemen risiko yang diterapkan di sebuah rumah sakit, terutama pada area pelayanan keperawatan kritis. Untuk itu diperlukan usaha yang keras terutama pada petugas kesehatan agar angka kejadian VAP khususnya di ruang ICU bisa ditekan.
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) bukan merupakan Issue yang baru dalam tatanan keperawatan kritis. Tetapi angka kejadiannya dari tahun ke tahun trennya mengalami peningkatan. VAP dapat dikurangi dengan implementasi program “best practice” dengan tiga prinsip utama yaitu (Smith Medical, 2008) :
1. Mengurangi kolonisasi
a. Kebersihan tangan
Kebersihan tangan harus diperhatikan baik oleh tenaga kesehatan maupun pengunjung pasien. Tindakan pencegahan standar kebersihan cuci tangan sebagai pencegahan trasmisi bakteri dari satu orang ke orang yang lain adalah sebagai berikut :
1) Jika tangan terlihat kotor dengan jelas, dekontaminasi tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antimikroba dan air atau dengan sabun non antimikroba dan air.
2) Gunakan alcohol yang mengandung sedikit air agen antiseptic untuk tangan yang tidak kotor setelah kontak dengan membrane mukosa, secret pernafasan, atau benda yang terkontaminasi dengan secret pernafasan dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan.
3) Bersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang terpasang endotrakheal atau selang trakheostomi, dan sebelum dan sesudah kontak dengan perangkat pernafasan yang digunakan pada pasien dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan.
b. Kebersihan mulut
Pada penelitian yang dilakukan Kollef, et al. flora orofaringeal pada pasien kritis berubah dalam 24-48 jam dan pathogen VAP akan terdapat pada secret pada mulut pasien yang dilakukan intubasi dalam 24 jam. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa decontaminasi pada mulut merupakan metode efektif untuk mengurangi kejadian VAP.
c. Penghisapan secret (Suction)
Prosedur tetap yang dikeluarkan oleh American Association for Respiratory Care (AARC) merekomendasikan penggunaan suction tertutup sebagai bagian dari strategi pencegahan VAP.
d. Tidak menggunakan saline
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan saline dapat menyebabkan masuknya bakteri melalui selang endotrakheal atau trakheostomi menuju paru-paru.
e. Humidifikasi aktif atau pasif.
f. Pemeliharaan selang ventilator
The Centers for Disease Control and Prevention tidak merekomendasikan pergantian selang ventilator lebih dari 48 jam. Pergantian selang ventilator harus dilakukan ketika selang terlihat kotor secara teratur.
g. Pemeliharaan selang tertutup
Penggunaan selang tertutup diharapkan dapat mencegah masuknya pathogen ke dalam saluran pernafasan.
h. Pemberian profilaksis peptic ulcer
Pemberian profilaksis peptic ulcer tidak hanya untuk mengurangi pH yang dapat menimbulkan peptic ulcer, tetapi juga dapat mencegah respon inflamasi yang kuat pada paru-paru jika pasien mengalami aspirasi.
2. Mencegah aspirasi
a. Oral suctioning
b. Subglotic suctioning
c. Pemeliharaan tekanan cuff dan selang endotrakheal
d. Pengaturan posisi kepala
e. Pengkajian tingkat sedasi untuk penentuan penyapihan ventilator
f. Pemberian profilaksis thrombosis vena
3. Pendidikan tenaga kesehatan
Untuk menurunkan angka kejadian VAP di ICU, perubahan perilaku tenaga kesehatan juga dibutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan yang diberikan kepada tenaga kesehatan.
Berdasarkan faktor risiko dari beberapa penelitian klinis tersebut, maka untuk mengatasi masalah VAP yang terjadi di tatanan keperawatan kritis diperlukan kerjasama interdisiplin yang melibatkan berbagai elemen tenaga kesehatan yang terkait sehingga dapat menciptakan good clinical governance. Salah satu tahapan untuk menciptakan good clinical governance diantaranya adalah memperhatikan dan menerapkan manajemen resiko dan patient safety.
SUMBER :
Jones, A. 2008. Ventilator-Associated Pneumonia. Power Point Presentation. http://rc-edconsultant.com/
Smiths Medical. 2008. Ventilator Associated Pneumonia : A Clinical Approach to Prevention Self-Study Guide. http://web.ebscohost.com/
Youngqist, P., et al. 2007. Implementing A Ventilator Bundle in A Community Hospital, The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, vol.33, no. 4, pp. 219-225. http://www.allinahealth.org/ahs/unity.nsf/page/NursingresearchVAPapril2007.pdf/
No comments:
Post a Comment