Karakteristik Pelayanan Keperawatan Kritis

Pelayanan pada tatanan keperawatan kritis memiliki cakupan yang luas sehingga dapat mempengaruhi mortalitas, morbiditas dan juga biaya perawatan di sebuah rumah sakit. Praktik keperawatan professional di tatanan keperawatan kritis (ICU) ditandai dengan penerapan teori, penelitian, dan pedoman evidence based yang relevan untuk menjelaskan perilaku manusia dan fenomena yang terkait. Aplikasi tersebut juga menjadi dasar untuk hasil intervensi dan evaluasi keperawatan yang berorientasi pada pasien. Hal ini diakui bahwa perawat ICU membutuhkan bahan sumber daya dalam pengaturan praktik mereka, dukungan dan akses untuk program pendidikan berkelanjutan, dan filosofi yang sejalan dengan penelitian dan evidence based practice (EBP) (AACN, 2008).
Ada beberapa karakteristik dari proses pelayanan di tatanan keperawatan kritis, diantaranya (Hyzy, 2010) :
1.    Kecepatan respon pelayanan.
Tatanan keperawatan kritis merupakan area di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien dengan luka maupun penyakit serius, dan sebagian besar mengancam jiwa sehingga perlu terus menerus dilakukan pemantauan yang ketat dan juga dukungan peralatan dan juga obat agar bisa mempertahankan fungsi normal tubuh. Karena kondisi yang belum stabil, maka pada tatanan keperawatan kritis perubahan kondisi klinis pasien bisa berlangsung pada periode yang sangat singkat, sehingga diperlukan pemantauan yang ketat dan juga kecepatan dan ketepatan respon dari petugas kesehatan terhadap perubahan kondisi klinis tersebut.
2.    Ketenagaan
Sebagaian besar pasien yang dirawat di area tatanan keperawatan kritis merupakan pasien yang mempunyai masalah kesehatan serius yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang ada di area kritis terdiri dari berbagai interdisiplin keilmuan yang bekerja sama demi satu tujuan dan juga satu manajemen yang berfokus pada masalah kesehatan pasien dan juga keselamatan pasien. Tenaga kesehatan di area pelayanan kritis harus memiliki kualifikasi khusus dan juga kompetensi yang memadai terkait tindakan yang cepat dan tepat yang nantinya dapat diaplikasikan pada penyelamatan jiwa pasien. Perbandingan jumlah perawat dan pasien di ruang rawat intensif idealnya adalah 1:1 bagi pasien yang ketergantungan total dan memerlukan monitor yang ketat, misalnya pada pasien dengan penggunaan ventilator mekanik. Namun, bagi pasien yang kindisi hemodinamiknya sudah stabil, maka perbandingan perawat dan pasien bisa 1:2.
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dan klasifikasi pelayanan perawatan intensif (primer, sekunder, dan tersier). Pelayanan perawatan intensif tersier harus mempunvai staf perawat kritikal yang berpengalaman dan berkualifikasi dalam perawatan pasien kritis. Staf perawat intensif adalah staf perawat professional yang diberikan kewenangan sebagat seorang perawat yang snampu memberikan asuhan keperawatan yang kompeten pada pasien dalam kondisi kritis melalui integrasi keinampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai-nilai kemanusiaan.
Perawat intensif dalam memberikan pelayanannya mengacu pada standar keperawatan kritikal, komitmen pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwakilan pasien secara tepat serta menunjukan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependent dalam mengelola pasien.
Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan benar sehingga masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas yang jelas. Staf di pelayanan perawatan intensif dimasukkan dalam 4 kelompok meliputi :
a.    kelompok dokter
b.    perawat,
c.    tenaga penunjang terdiri dart elektro medik, laboratorium. fisioterapis, farmasis, ahli gizi, radiografer, dan pekerja sosial
d.    tenaga administrasi.
Kolaborasi dokter-perawat di ICU, harus terjalin sebagai mitra yang interdependensinya tinggi. Perubahan yang terjadi pada kondisi pasien langsung didiskusikan bersama tim, sehingga keputusan medik maupun keperawatan dapat ditetapkan secara tepat. Selain itu komunikasi antara manajemen klinik dengan berbagai disiplin dilakukan melalui pertemuan secara regular.
Standar perawatan untuk perawat ICU terdapat dalam ANA’s Nursing : Scope and Standards of Practice untuk menggambarkan harapan dalam lingkungan yang spesifik. Proses keperawatan digunakan sebagai kerangka kerja, yang meliputi pengkajian, penegakan diagnosa, identifikasi hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (AACN, 2008).
1.    Standar 1. Pengkajian
Kriteria pengukuran :
a.    Data didapatkan dari pasien, keluarga, petugas kesehatan lainnya, masyarakat, untuk mengembangkan gambaran kebutuhan pasien yang holistik.
b.    Aktivitas pengumpulan data yang utama didukung oleh karakteristik pasien yang berkaitan dengan kondisi langsung dan kebutuhan yang dapat diantisipasi.
c.    Data yang cukup dan berkaitan dikumpulkan menggunakan instrumen dan teknik pengkajian EBP yang tepat.
d.    Menggunakan model analisis dan alat pemecahan masalah.
e.    Keputusan dibuat dengan mencocokkan pengetahuan formal dan temuan klinis.
f.    Mendokumentasikan data yang relevan.
g.    Data yang relevan dikomunikasikan dengan petugas kesehatan lainnya.
2.    Standar 2. Diagnosa
Kriteria pengukuran :
a.    Isu diagnosa dan perawatan berasal dari data yang didapatkan pada pengkajian.
b.    Isu diagnosa dan perawatan divalidasi pada seluruh aktivitas keperawatan pada pasien, keluarga, petugas kesehatan yang lainnya, masyarakat, dan seluruh sistem kesehatan bila memungkinkan.
c.    Isu diagnosa dan perawatan diutamakan dan didokumentasikan dengan cara memfasilitasi hasil yang utama dan mengembangkan atau memodifikasi perencanaan.
3.    Standar 3. Identifikasi Hasil
Kriteria pengukuran :
a.    Hasil diperoleh dari diagnosa aktual atau potensial dan masalah keperawatan.
b.    Hasil dirumuskan bersama pasien, keluarga, petugas kesehatan lainnya, untuk menghubungkan tingkat pastisipasi dan pengambilan keputusan mereka dalam perawatan terhadap pasien.
c.    Hasil harus mengenali, menghargai, dan memasukkan adanya perbedaan.
d.    Hasil dicapai dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, adanya risiko, keuntungan, EBP tertentu, dan keahlian klinis dalam perawatan.
e.    Hasil menyediakan arahan bagi perawatan yang berkelanjutan.
f.    Hasil meliputi target waktu pencapaian.
g.    Hasil dimodifikasi berdasarkan adanya perubahan karakteristik pasien atau evaluasi keadaan.
h.    Hasil didokumentasikan sebagai target yang terukur.
4.    Standar 4. Perencanaan
Kriteria pengukuran :
a.    Perencanaan bersifat individual dan mempertimbangkan karakteristik pasien dan situasi.
b.    Perencanaan dikembangkan bersama dengan pasien, keluarga, petugas kesehatan lainnya dengan cara mempromosikan kontribusi masing-masing anggota untuk pencapaian hasil.
c.    Perencanaan harus mencerminkan bukti terbaik saat ini.
d.    Perencanaan menyediakan perawatan yang berkelanjutan, mencocokkan kompetensi perawat dengan karakteristik pasien.
e.    Perencanaan menetapkan prioritas perawatan.
f.    Perencanaan meliputi strategi promosi dan restorasi dari kesehatan dan pencegahan penyakit dan cedera lebih lanjut.
g.    Perencanaan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sumber daya yang tersedia.
5.    Standar 5. Implementasi
a.    Intervensi dilakukan dengan cara meminimalkan komplikasi dan situasi yang mengancam jiwa.
b.    Pasien dan keluarga turut berpartisipasi dalam implementasi perencanaan sesuai dengan tingkat partisipasi dan kemampuan pengambilan keputusan mereka.
c.    Intervensi harus responsif terhadap keunikan pasien dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang terapeutik dan penuh kasih sayang dengan tujuan meningkatkan kenyamanan dan mencegah penderitaan bagi pasien.
d.    Kolaborasi dalam implementasi perencanaan terjadi antara pasien, keluarga, petugas kesehatan lainnya dan sistem kesehatan.
e.    Perencanaan memfasilitasi pembelajaran bagi pasien, keluarga, staf perawat, petugas kesehatan lain, masyarakat termasuk pembelajaran kesehatan, promosi kesehatan, dan manajemen penyakit sesuai karakteristik pasien.
6.    Standar 6. Evaluasi
Kriteria pengukuran :
a.    Evaluasi bersifat sistematis dan berkelanjutan dengan menggunakan teknik dan instrumen EBP.
b.    Pasien, keluarga, dan petugas kesehatan terlibat dalam evaluasi proses yang tepat.
c.    Evaluasi keefektifan intervensi terjadi apabila mencapai hasil yang diinginkan.
d.    Evaluasi terjadi dalam batasan waktu yang tepat setelah intervensi dimulai.
e.    Data oenilaian yang sedang berlangsung akan digunakan untuk merevisi diagnosa, hasil, dan rencana sesuai kebutuhan.
f.    Hasil evaluasi harus didokumentasikan.
3.    Karakteristik pasien
Pasien yang dirawat di tatanan keperawatan kritis adalah pasien dengan luka serius atau kondisi penyakit yang mengancam jiwa. Ada tiga prioritas pasien yang mendapatkan perawatan di intensif care, diantaranya :
a.    Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika :
1)    Terapi mengalami kegagalan
2)    Prognosa jangka pendek buruk
3)    Sedikit kemungkinan untuk pulih kembali
4)    Sedikit keuntungan bila perawatan intensif diteruskan
b.    Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa :
1)    Perawatan intensif tidak dibutuhkan.
2)    Pemantauan intensif selanjutnya tidak di perlukan lagi.
c.    Prioritas III
Pasien dipindahkan apabila:
1)    Perawatan intensif tidak dibutuhkan lain
2)    Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
3)    Keuntungan dari therapi intensif selanjutnya sangat sedikit.
4.    Fasilitas peralatan yang digunakan
Alat yang disediakan pada tatanan keperawatan kritis pada umumnya adalah ventilator mekanik, yaitu merupakan suatu alat yang digunakan untuk membantu pernafasan pasien melalui ETT atau trakheostomi, monitor hemodinamik, eksternal pacemaker, defibrilator, serta dialysis untuk gangguan ginjal. Selain itu, pemantauan vena sentral, pemasangan NGT, IV line, dan juga obat-obat sedasi dan juga analgetik juga biasa dilakukan di tatanan keperawatan kritis.

SUMBER :
American Association of Critical-Care Nurses, 2008, AACN scope and standards for acute and critical care nursing practice, http://www.aacn.org/

Hyzy, R.C, Flanders, S.A, 2010, Characteristics of intensive care units in Michigan: Not an open and closed case, Journal of Hospital Medicine, vol. 5, no. 1, pp. 4-9, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2928069/
0 Komentar untuk "Karakteristik Pelayanan Keperawatan Kritis"

About Me

My photo
Assalamuálaikum. Sugeng rawuh di gubuk kami. Saya sangat senang dan berterima kasih kalau ada teman-teman yang mau berbagi ilmu di sini.

fijaytrangkil@gmail.com

Powered by Blogger.
Back To Top