Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan suatu upaya pijat jantung luar yang dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi pada korban yang mengalami henti jantung. Sirkulasi pada korban harus dipertahankan untuk mencegah kerusakan organ terutama otak yang bersifat permanen/ireversibel akibat terganggunya suplai oksigen. Pedoman tindakan RJP untuk saat ini adalah mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA) tahun 2015. Biasanya setiap lima tahun AHA akan melakukan perubahan pedoman RJP sesuai dengan hasil evidence based atau hasil-hasil penelitian yang update.
Pada prinsipnya ada dua komponen utama dalam RJP, diantaranya kompresi dada (penekanan dada) dan ventilasi (bantuan napas). Akan tetapi untuk penolong yang sifatnya awam/tidak terlatih, sesuai dengan pedoman RJP pada AHA maka tidak perlu melakukan ventilasi (compression only). Selain itu, teknik RJP juga akan sedikit berbeda pada pasien bayi baru lahir (neonatus), bayi dan anak, dewasa, serta korban dalam kondisi hamil.
Pada korban dewasa serta anak remaja rasio perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2. Hal tersebut berlaku untuk satu maupun dua orang penolong. Artinya setiap 30 kali kompresi kemudian dilanjutkan dengan dua kali ventilasi (bantuan napas). Akan tetapi untuk korban bayi, dan anak rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 jika RJP yang dilakukan satu orang penolong, serta 15 : 2 jika RJP dilakukan oleh dua orang penolong. Untuk mekanisme kompresi, pada korban dewasa atau anak dengan postur besar, maka mekanisme kompresi menggunakan dua tangan. Akan tetapi untuk anak yang postur kecil maka mekanisme kompresi bisa menggunakan satu tangan. Untuk korban bayi, mekanisme kompresi bisa menggunakan dua ibu jari ataupun 3 jari.
Kecepatan kompresi saat melakukan RJP adalah 100 – 120 x/menit dengan kedalaman kompresi 1/3 diameter antero-posterior korban. Kecepatan saat kompresi harus konstan, serta penolong harus meminimalkan interupsi selama proses RJP. Setiap satu siklus RJP berlangsung selama 2 menit. Penolong harus memeriksa nadi dan napas korban setiap dua menit untuk menilai keberhasilan proses RJP.
Langkah-langkah tindakan RJP diantaranya :
- Prinsip aman penolong, aman korban dana man lingkungan (Prinsip 3A). Sebelum memberikan pertolongan, penolong harus menilai apakah dirinya layak untuk memberikan pertolongan pada korban atau tidak. Penolong harus memperhatikan alat proteksi diri untuk mencegah dari kondisi yang membahayakan penolong. Selain itu, penolong juga harus menilai kondisi lingkungan, apakah aman untuk penolong dan juga korban. Pada dasarnya prinsip pertolongan korban adalah jangan sampai menambah jumlah korban baru.
- Cek respon korban. Langkah selanjutnya adalah cek respon korban. Untuk memeriksa respon korban, maka penolong bisa menggunakan rangsangan suara, tepukan pada bahu korban dan juga memberikan rangsangan nyeri pada area tertentu korban. Pemberian rangsangan nyeri bisa dilakukan pada daerah supra orbita (atas alis mata) korban, dan juga ujung jari korban. Sekarang tidak diperkenankan lagi pemberian rangsangan nyeri pada area sternum korban karena berpotensi menimbulkan cidera sekunder pada korban. Kalau korban tidak menunjukkan adanya respon, maka penolong harus meminta pertolongan.
- Aktifkan system penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Saat korban tidak menunjukkan adanya respon, maka penolong harus meminta pertolongan. Penolong dapat mengaktifkan system penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Kalau penolong belum terpapar dengan SPGDT, maka penolong bisa berteriak sekeras-kerasnya meminta orang di sekitar untuk menghubungi ambulance/layanan gawat darurat.
- Cek denyut nadi dan pernapasan. Langkah berikutnya adalah memeriksa denyut nadi dan napas korban. Pada korban dewasa pemeriksaan denyut nadi di area nadi karotis/nadi leher, sedangkan pada korban bayi pemeriksaan nadi di area nadi brachialis korban. Korban yang denyut nadi karotisnya tidak teraba, maka kemungkinan besar korban mengalami henti jantung dan pasti napas tidak aka nada. Akan tetapi korban yang dalam kondisi tidak bernapas (henti napas), maka belum tentu mengalami henti jantung. Sehingga kalau nadi korban tidak teraba, maka penolong dapat segera melakukan kompresi dada/RJP.
- Kalau denyut nadi karotis (leher) tidak teraba, segera lakukan RJP
- Kalau denyut nadi karotis (leher) masih teraba tetapi korban tidak bernapas, segera berikan bantuan napas (rescue breathing).
- Kalau korban masih teraba denyut nadi karotis dan juga masih bernapas secara adekuat, maka segera lakukan pemberian posisi pemulihan sampai penolong yang lebih ahli datang
0 Komentar untuk "CARA MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)"