Menurut Mattar, 2011 dalam jurnal yang berjudul Using the Roper, Logan and Tierney Model in the Management of Traumatic Brain Injury in a Critical Care Setting, maka manajemen penanganan untuk pasien dengan brain injury diantaranya adalah :
- Breathing
- Circulation and comfort
- Maintaining a safe environment
- Eating and drinking
- Elimination
- Controlling body temperature
- Resting and sleeping
- Mobilisation
Manajemen untuk klien dengan post craniotomy dan juga mild HI (Head Injury) diantaranya adalah manajemen peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Salah satu cara untuk mencegah peningkatan TIK yang dilakukan adalah memberikan posisi head up yaitu meninggikan bagian kepala tempat tidur pasien dengan posisi 15-300. Hal tersebut didukung oleh Luks, 2009 dalam jurnal Critical Care Management of the Patient with Elevated Intracranial Pressure. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa pada posisi elevasi 15-300 dapat memperbaiki TIK dengan mengoptimalkan cerebral venous outflow dan juga aliran cairan serebrosspinal menuju kanal spinalis tanpa merusak perfusi cerebral dan juga transportasi oksigen.
Selain itu, pemberian terapi oksigen juga sebagai manajemen peningkatan TIK. Pemberian terapi oksigen tersebut bertujuan untuk menjaga agar oksigenasi pada jaringan cerebral tetap adekuat. Hal tersebut didukung oleh Luks, 2009 dalam jurnal Critical Care Management of the Patient with Elevated Intracranial Pressure. Dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa kondisi hipoksemia dan juga hiperkarbi akibat ventilasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan peningkatan cerebral blood flow dan juga dapat menyebabkan peningkatan TIK. Tetapi, kondisi hypocarbi yang berlebihan juga menyebabkan vasokonstriksi cerebral sehingga merusak perfusi cerebral sehingga menyebabkan kerusakan jaringan otak akibat buruknya delivery oksigen pada jaringan cerebral tersebut.
Pada kasus cidera kepala, klien juga mendapatkan terapi mannitol. Menurut Catrambone et al, 2008, dalam jurnal The use of Hypertonic Saline in the Treatment of Post-Traumatic Cerebral Edema: A Review dijelaskan bahwa substansi hiperosmolar seperti mannitol memiliki keuntungan yang lebih daripada terapi yang lain karena dapat menurunkan TIK secara cepat maupun secara bertahap, memperbaiki cerebral blood flow regional, dan memperbaiki tekanan perfusi cerebral. Walaupun mannitol dapat menurunkan TIK, namun perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus gagal ginjal, hiperkalemi, peningkatan TIK berulang, oedema cerebral yang luas, dehidrasi, hipotensi karena efek diuresisnya. Pemberian mannitol dengan drip secara berkelanjutan, dapat menarik barier darah otak ke lapisan interstitial cerebral. Dengan demikian maka tekanan osmotic interstitial akan meningkat sehingga mengakibatkan perburukan oedema cerebral. Oleh karena itu, pemberian mannitol harus berhati-hati.
Selain itu, pasien juga masih mendapatkan terapi analgetik. Pada kondisi pasien yang gelisah karena post craniotomy seperti pada kasus di atas, maka pemberian analgetik juga dianjurkan. Hal tersebut sesuai dengan Luks, 2009 dalam jurnal Critical Care Management of the Patient with Elevated Intracranial Pressure. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa kondisi yang gelisah dapat menyebabkan peningkatan TIK, sehingga perlu dikontrol dengan pemberian sedasi atau analgetik.
Pasien mendapatkan terapi phenitoin. Tujuan dari terapi ini adalah mencegah kondisi kejang setelah kondisi akut brain injury. Menurut Chen, et al , 2009 dalam jurnal Posttraumatic epilepsy and treatment, dikatakan bahwa kejang pada kasus cidera kepala berhubungan dengan tingkat keparahan dari cidera kepala tersebut. Berdasarkan penelitian, 0,7% kejang terjadi pada pasien dengan cidera kepala ringan, 1,2% terjadi pada pasien dengan cidera kepala sedang, dan 10% terjadi pada pasien dengan cidera kepala berat. Pemberian phenitoin pada kasus cidera kepala/brain injury dapat menurunkan angka kejadian kejang.
0 Komentar untuk "Manajemen Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)"