Tuesday, November 25, 2014

MENGENAL PENYAKIT TETANUS

Tetanus merupakan suatu penyakit akut yang ditandai dengan onset hipertonik, kontraksi otot (terutama otot pada rahang dan leher) dan kejang otot menyeluruh yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetany. Walaupun imunisasi TetanusToxoid sudah ada di Amerika sejak tahun 1940 an, tetapi infeksi tetanus masih terjadi sampai sekarang.
Penderita tetanus di Amerika terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan usia.
Dari total seluruh penderita tetanus, 54% penderita tetanus di Amerika, berusia lebih dari 59 tahun. Jika kondisi tersebut kita bandingkan dengan di Indonesia, akan bertolak belakang. Penderita tetanus tertinggi di Indonesia justru berasal dari bayi/neonatus yang dikenal dengan tetanus neonatorum.
Tetanus merupakan sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetany. Bakteri tersebut akan masuk ke dalam tubuh melalui luka, diantaranya masuk melalui luka akut sebanyak 77%,  49% melalui luka tusuk,  22% melalui luka laserasi, 12% masuk melalui luka Abrasi, 2.6% dapat melalui gigitan Binatang, serta bisa juga masuk ke dalam tubuh melalui lubang pada kasus karies gigi. Sedangkan pada bayi/neonatus, infeksi bakteri Clostridium tetany dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa media diantaranya akibat ibu yang tidak diimunisasi TT, pemotongan tali pusar yang tidak steril, dan proses melahirkan di rumah, tidak di rumah sakit.
Bentuk dari bakteri Clostridium tetani yang dapat menyebabkan tetanus adalah bentuk spora non capsul. Spora tersebut masuk ke dalam tubuh dan dapat bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dalam kondisi anaerob, spora tersebut memproduksi tetanospasmin. Tetanospasmin tersebut akan dilepaskan oleh basil yang sudah matur dan akan ikut bersirkulasi di dalam sirkulasi limfe dan sirkulasi darah yang akhirnya sampai ke seluruh sistem saraf. Tetanospasmin tersebut masuk ke dalam sistem saraf tepi terutama di myoneural junction dan akan diedarkan ke sistem saraf pusat.
                                                                        
                                        Gambar I : Gambar bakteri Clostridium tetani
Neuron sudah mengandung tetanospasmin tersebut tidak mempu melepaskan neurotransmitter (alat komunikasi antar sel). Neuron tersebut akan melepaskan gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glycine yang merupakan inhibitor utama neurotransmitter, yang sensitif terhadap tetanospasmin. Karena neuron tidak mampu melepaskan neurotransmitter akibat dihambat oleh GABA dan glycine maka neuron akan mengalami kerusakan dalam menghambat reflek motorik saat mendapatkan stimulasi sensorik sehingga akan terjadi kontraksi otot agonis dan antagonis yang sifatnya general yang merupakan karakteristik dari kejang tetanus. Saraf tepi terdekat akan pertama kali menghantarkan toxin ke saraf pusat  yang menunjukkan gejala awal dari kejang tetanus yaitu distorsi wajah dan punggung dan kekakuan pada leher.
Cara untuk mengetahui seseorang terkena tetanus atau tidak adalah dengan spatula test, yaitu dengan cara  menyentuh area oropharynx dengan tongue spatel. Pada orang normal akan terjadi gag reflek, yaitu akan berusaha memuntahkan tongue spatel (terjadi reflek muntah). Artinya spatula test tersebut bersifat negative. Tetapi pada orang yang menderita tetanus, maka ketika dirangsang dengan tongue spatel maka akan timbul reflek menggigit tongue spatel tersebut.
Penatalaksanaan pada kasus tetanus terbagi menjadi beberapa hal, yaitu :
1.    Menetralkan toksin
Cara untuk menetralkan eksotoxin pada kasus tetanus adalah dengan cara pemberian tetanus immunoglobulin.
2.    Mencegah produksi toksin
Karena proses masuknya bakteri tadi melalui luka, maka cara untuk mencegah produksi toksin adalan dengan cara perawatan luka, salah satunya adalah dengan debridement luka untuk mengurangi kolonisasi dari bakteri. Selain itu, untuk mengurangi kolonisasi bakteri dapat juga diberikan antibiotic dengan dosis dan jenis yang sesuai.
3.    Kontrol kejang
Cara untuk mengontrol kejang pada penyakit tetanus adalah dengan pemberian obat anti kejang, salah satunya adalah pemberian diazepam. Selain itu, karena pada penderita tetanus dia tidak mampu mengontrol reflek motorik saat mendapatkan stimulasi sensorik, maka hendaknya penderita diberikan lingkungan yang nyaman, serta mencegah stimulus yang tidak perlu. Penderita biasanya diletakkan di ruangan yang minim pencahayaan. Selain itu, penderita juga perlu dilindungi bagian airway-nya, terutama saat terjadi kejang.
4.    Terapi supportif
Selain itu, terapi untuk penderita tetanus adalah pemberian cairan yang adekuat, pemenuhuan kebutuhan nutrisi, upaya mencegah dekubitus, serta selalu mempertahankan teknik aseptik saat melakukan tindakan.


No comments:

Post a Comment