A. Pengertian
Seseorang dinyatakan terinfeksi virus HIV apabila di dalam tubuhnya terdapat virus Human immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahapan lanjut, terinfeksi virus HIV bisa berkembang menjadi AIDS Acquired Immune Deficiency Symdrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh virus HIV. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama di darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Virus HIV merusak system kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
B. Etiologi
Ibu bisa terinfeksi virus HIV dengan cara :
a. Hubungan seks dengan suami atau seseorang yang terserang HIV, tanpa menggunakan kondom
b. Melalui jarum atau alat lain yang tidak steril yang gunanya untuk menembus kulit
c. Memiliki luka di kulit yang terbuka dan bersentuhan dengan luka terbuka seseorang yang mengidap HIV
Seorang bayi bisa terinfeksi HIV dari Ibu yang terinfeksi HIV dengan cara :
1. Korioamnionitis atau radang pada plasenta karena infeksi
2. Prosedur pemantauan janin secara invasive
3. kelahiran prematur
4. Pada saat persalinan yang memungkinkan terjadinya percampuran darah dan lender ibu dengan bayi.
5. Proses menyusui (pemberian air susu ibu kepada bayinya)
C. Tanda dan Gejala
a. Kategori Klinis A
- Infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik)
- Limfadenopati generalisata yang menetap
- Infeksi akut primer HIV sering disertai penyakit penyerta (infeksi oportunistik) atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
b. Kategori Klinis B
Kondisi dengan gejala (simtomatis) pada orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari beberapa kriteria berikut :
1. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan yang diperantari oleh sel (Cell mediated immunity) atau
2. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV. Antara lain :
Demam > 38,5°C lebih dari satu bulan
Diare lebih dari satu bulan
Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis vulvovaginal
Herpes zoster
Oral hairy leucoplakia
Neuropati perifer
Purpura idiopatik trombositopenia
c. Kategori Klinis C
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS misalnya :
TBC
Kandidiasis esophagus
Kandidiasis Bronki, trakea, dan paru
Herpes simpleks dan ulkus kronis > sebulan lamanya
Pneumonia yang berulang
Pneumonia Pneumocystis carinii
Sarcoma Kaposi
Toksoplasmosis di otak
Retinitis virus sitomegalo
Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
Limfoma burkit
Bronchitis, esofagitis, atau pneumonia
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Deteksi antibody terhadap HIV
- tes penyaring, dengan metode ELISA
- pemeriksaan konfirmasi, dengan pemeriksaan Western Blot (WB), Line ImmunoAssay (LIA), Radio Immunoprecipitation assay (RIPA), dan Indirect Immunofluorescense Assay (IFA)
b. Deteksi antigen terhadap HIV
Dilakukan dengan mendeteksi protein p24 yang terdapat dalam capsid virus HIV. antigen ini dapat dijumpai dalam darah kira-kira 14-16 hari setelah infeksi HIV. manfaat pemeriksaan antigen p24 :
deteksi infeksi dini pada individu seronegatif dengan riwayat terpapar HIV
uji saring darah
diagnosis infeksi HIV pada bayi baru lahir
penentuan terapi antiviral
c. Deteksi asam nukleat
Dilakukan dengan beberapa cara :
o Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
o Nucleic Acid Sequence Based Amplification (NASBA)
o Branched Chain DNA (b-DNA)
d. Biakan virus
2. Pemeriksaan lain
o VCT ( Voluntary Counselling and Testing )
E. Penatalaksanaan HIV Selama Kehamilan
Medikamentosa
Monoterapi zidovudin, sebagai pengobatan semula untuk pencegahan penularan HIV selama kehamilan pada awalnya sebagai percobaan pediatric AIDS Clinical Trial Group (ACTG) 076 pada awal 1990. Pengaruh klinis pengobatan tiga bagian ini ( antepartum, intrapartum, dan neonatal ) adalah untuk mengurangi MTCT sebanyak dua pertiga, dari 25,6 sampai 8,3 persen. Ini tetap merupakan standart minimum perawatan wanita hamil dengan HIV, tanpa memperhatikan muatan virus. Lebih banyak regimen terapeutik, disebut regimen terapi antiretroviral sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, HAART ), telah lebih jauh mengurangi resiko 1 sampai 2 persen. Bidan yang menyediakan perawatan untuk wanita HIV positif selama kehamilan mengkoordinasikan terapi obat keoada spesialis penyakit infeksi atau dokter perawatan primer yang berpengalaman dalam penatalaksanaan HIV untuk mempertahankan pilihan pengobatan jangka yang paling efektif. Wanita yang sudah mengkonsumsi HAART harus melanjutkan tanpa menghentikan obat pada trimester pertama; wanita yang didiagnosis baru, dan mereka yang sedang tidak diobati, sebaiknya menunggu sampai organogenesis lengkap sebelum memulai terapi. Pertimbangan dalam meresepkan obat selama kehamilan termasuk kebutuhan obat wanita itu sendiri dan kemampuan untuk mematuhi program yang kompleks, terapi sebelumnya, dan potensial untuk berkembangnya resistensi. Menyeimbangkan pencegahan jangka pendek MTCT dengan terapi seumur hidup ibu adalah di luar lingkup praktik kebidanan dasar.
Walaupun semua obat HIV yang selama ini dipasarkan oleh FDA diklasifikasikan sebagai kelas B atau C, data efek pada janin dan neonatal secara luas berasal dari resep obat pragmatic bagi kebutuhan ibu itu sendiri dan pengurangan muatan virus. Zidovudin tetap satu-satunya obat yang digunakan untuk periode lama untuk menyatakan bahwa hasil untuk anak-anak yang tidak terinfeksi mengindikasikan tidak ada masalah jangka panjang.
Studi pada wanita yang mengkonsumsi antiretroviral selama kehamilan, dibandingkan dengan wanita HIV positif yang tidak sedang dalam pengobatan, telah menunjukkan tidak ada peningkatan dalam kehilangan janin, kelahiran premature, atau berat badan lahir rendah. Namun kejadian berat bermakna telah terjadi yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan individu, seperti insufisiensi mitokondria dan asidosis laktat. Dengan hanya mengetahui kategori FDA tidak cukup untuk menjamin penggunaan yang aman. Efavirenz (sustiva) diketahui menghasilkan pengaruh teratogenik pada primata dan karenanya tidak digunakan selama kehamilan walaupun kategorinya C. Pendaftaran kehamilan antiretroviral mempertahankan penyimpanan data hasil janin secara berkelanjutan.
Saat persalinan, wanita telah menerima terapi antiretroviral selama kehamilan sebaiknya menerima zidovudin intravena. Bergantung pada keadaan spesifik mereka juga diberikan dosis tunggal nevirapin oral. Wanita yang belum menerima antiretroviral selama kehamilan, apakah karena mereka tidak mendapatkan perawatan prenatal atau karena mereka baru terdiagnosis pada saat persalinan, sebaiknya menerima zidovudin dan nevirapin.
Non Medikamentosa
Strategi pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat dilakukan dengan cara:
Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
- Abstinence, artinya absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah
- Be faithful, artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
- Condom, artinya cegah penularan HIV dengan memakai kondom.
- Drugs No, artinya dilarang menggunakan narkoba dalam bentik apapun.
Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu yang positif HIV
- layanan konseling
- test sukarela
- sarana kontrasepsi yang aman dan efektif
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya
- Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif
- Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela
- Pemberian obat antiretroviral
- Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi
- Persalinan yang aman, dengan menggunakan metode caesar
Memberikan dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
Seseorang dinyatakan terinfeksi virus HIV apabila di dalam tubuhnya terdapat virus Human immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahapan lanjut, terinfeksi virus HIV bisa berkembang menjadi AIDS Acquired Immune Deficiency Symdrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh virus HIV. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama di darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Virus HIV merusak system kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
B. Etiologi
Ibu bisa terinfeksi virus HIV dengan cara :
a. Hubungan seks dengan suami atau seseorang yang terserang HIV, tanpa menggunakan kondom
b. Melalui jarum atau alat lain yang tidak steril yang gunanya untuk menembus kulit
c. Memiliki luka di kulit yang terbuka dan bersentuhan dengan luka terbuka seseorang yang mengidap HIV
Seorang bayi bisa terinfeksi HIV dari Ibu yang terinfeksi HIV dengan cara :
1. Korioamnionitis atau radang pada plasenta karena infeksi
2. Prosedur pemantauan janin secara invasive
3. kelahiran prematur
4. Pada saat persalinan yang memungkinkan terjadinya percampuran darah dan lender ibu dengan bayi.
5. Proses menyusui (pemberian air susu ibu kepada bayinya)
C. Tanda dan Gejala
a. Kategori Klinis A
- Infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik)
- Limfadenopati generalisata yang menetap
- Infeksi akut primer HIV sering disertai penyakit penyerta (infeksi oportunistik) atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
b. Kategori Klinis B
Kondisi dengan gejala (simtomatis) pada orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari beberapa kriteria berikut :
1. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan yang diperantari oleh sel (Cell mediated immunity) atau
2. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV. Antara lain :
Demam > 38,5°C lebih dari satu bulan
Diare lebih dari satu bulan
Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis vulvovaginal
Herpes zoster
Oral hairy leucoplakia
Neuropati perifer
Purpura idiopatik trombositopenia
c. Kategori Klinis C
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS misalnya :
TBC
Kandidiasis esophagus
Kandidiasis Bronki, trakea, dan paru
Herpes simpleks dan ulkus kronis > sebulan lamanya
Pneumonia yang berulang
Pneumonia Pneumocystis carinii
Sarcoma Kaposi
Toksoplasmosis di otak
Retinitis virus sitomegalo
Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV
Limfoma burkit
Bronchitis, esofagitis, atau pneumonia
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Deteksi antibody terhadap HIV
- tes penyaring, dengan metode ELISA
- pemeriksaan konfirmasi, dengan pemeriksaan Western Blot (WB), Line ImmunoAssay (LIA), Radio Immunoprecipitation assay (RIPA), dan Indirect Immunofluorescense Assay (IFA)
b. Deteksi antigen terhadap HIV
Dilakukan dengan mendeteksi protein p24 yang terdapat dalam capsid virus HIV. antigen ini dapat dijumpai dalam darah kira-kira 14-16 hari setelah infeksi HIV. manfaat pemeriksaan antigen p24 :
deteksi infeksi dini pada individu seronegatif dengan riwayat terpapar HIV
uji saring darah
diagnosis infeksi HIV pada bayi baru lahir
penentuan terapi antiviral
c. Deteksi asam nukleat
Dilakukan dengan beberapa cara :
o Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
o Nucleic Acid Sequence Based Amplification (NASBA)
o Branched Chain DNA (b-DNA)
d. Biakan virus
2. Pemeriksaan lain
o VCT ( Voluntary Counselling and Testing )
E. Penatalaksanaan HIV Selama Kehamilan
Medikamentosa
Monoterapi zidovudin, sebagai pengobatan semula untuk pencegahan penularan HIV selama kehamilan pada awalnya sebagai percobaan pediatric AIDS Clinical Trial Group (ACTG) 076 pada awal 1990. Pengaruh klinis pengobatan tiga bagian ini ( antepartum, intrapartum, dan neonatal ) adalah untuk mengurangi MTCT sebanyak dua pertiga, dari 25,6 sampai 8,3 persen. Ini tetap merupakan standart minimum perawatan wanita hamil dengan HIV, tanpa memperhatikan muatan virus. Lebih banyak regimen terapeutik, disebut regimen terapi antiretroviral sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, HAART ), telah lebih jauh mengurangi resiko 1 sampai 2 persen. Bidan yang menyediakan perawatan untuk wanita HIV positif selama kehamilan mengkoordinasikan terapi obat keoada spesialis penyakit infeksi atau dokter perawatan primer yang berpengalaman dalam penatalaksanaan HIV untuk mempertahankan pilihan pengobatan jangka yang paling efektif. Wanita yang sudah mengkonsumsi HAART harus melanjutkan tanpa menghentikan obat pada trimester pertama; wanita yang didiagnosis baru, dan mereka yang sedang tidak diobati, sebaiknya menunggu sampai organogenesis lengkap sebelum memulai terapi. Pertimbangan dalam meresepkan obat selama kehamilan termasuk kebutuhan obat wanita itu sendiri dan kemampuan untuk mematuhi program yang kompleks, terapi sebelumnya, dan potensial untuk berkembangnya resistensi. Menyeimbangkan pencegahan jangka pendek MTCT dengan terapi seumur hidup ibu adalah di luar lingkup praktik kebidanan dasar.
Walaupun semua obat HIV yang selama ini dipasarkan oleh FDA diklasifikasikan sebagai kelas B atau C, data efek pada janin dan neonatal secara luas berasal dari resep obat pragmatic bagi kebutuhan ibu itu sendiri dan pengurangan muatan virus. Zidovudin tetap satu-satunya obat yang digunakan untuk periode lama untuk menyatakan bahwa hasil untuk anak-anak yang tidak terinfeksi mengindikasikan tidak ada masalah jangka panjang.
Studi pada wanita yang mengkonsumsi antiretroviral selama kehamilan, dibandingkan dengan wanita HIV positif yang tidak sedang dalam pengobatan, telah menunjukkan tidak ada peningkatan dalam kehilangan janin, kelahiran premature, atau berat badan lahir rendah. Namun kejadian berat bermakna telah terjadi yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan individu, seperti insufisiensi mitokondria dan asidosis laktat. Dengan hanya mengetahui kategori FDA tidak cukup untuk menjamin penggunaan yang aman. Efavirenz (sustiva) diketahui menghasilkan pengaruh teratogenik pada primata dan karenanya tidak digunakan selama kehamilan walaupun kategorinya C. Pendaftaran kehamilan antiretroviral mempertahankan penyimpanan data hasil janin secara berkelanjutan.
Saat persalinan, wanita telah menerima terapi antiretroviral selama kehamilan sebaiknya menerima zidovudin intravena. Bergantung pada keadaan spesifik mereka juga diberikan dosis tunggal nevirapin oral. Wanita yang belum menerima antiretroviral selama kehamilan, apakah karena mereka tidak mendapatkan perawatan prenatal atau karena mereka baru terdiagnosis pada saat persalinan, sebaiknya menerima zidovudin dan nevirapin.
Non Medikamentosa
Strategi pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat dilakukan dengan cara:
Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
- Abstinence, artinya absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah
- Be faithful, artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
- Condom, artinya cegah penularan HIV dengan memakai kondom.
- Drugs No, artinya dilarang menggunakan narkoba dalam bentik apapun.
Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu yang positif HIV
- layanan konseling
- test sukarela
- sarana kontrasepsi yang aman dan efektif
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya
- Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif
- Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela
- Pemberian obat antiretroviral
- Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi
- Persalinan yang aman, dengan menggunakan metode caesar
Memberikan dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
No comments:
Post a Comment