Thursday, September 18, 2014

KESEHATAN MENTAL

A.    Definisi Kesehatan Mental
Sehat mental adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sehat mental yaitu:
1.    Ia harus puas dengan dirinya sendiri. Merasa bahagia, gembira dan tenang. Tidak ada konflik dengan diri sendiri dan tidak menyalahkan dirinya sendiri.
2.    Ia harus dapat menyesuaikan dirinya dengan orang lain dalam lingkungannya. Dapat menerima kritik dan tidak lekas tersinggung. Ia harus mengerti perasaan orang lain dan mempunyai tenggang rasa.
3.    Ia harus dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik. Tidak emosional, tidak mudah tercekam oleh rasa takut yang berlebihan, rasa marah, rasa iri, rasa bosan dan keraguan. Ia harus dapat menghadapi masalah hidup sehari-hari serta dapat mengatasinya secara wajar.

B.    Faktor-faktor Predisposisi Kesehatan Mental
1.    Biologis
    Latar belakang genetika
Dari berbagai hasil penelitian genetika didapatkan bahwa ada pengaruh factor genetika terhadap mentalitas manusia. Misalnya rate konkordinasi untuk maniak depresi bagi anak kembar identik 75%, anak kembar tidak identuk 23%, kedua orang tua 20-50% dan saudara kandung 9%.
    Faktor ibu selama kehamilan
a.    Usia ibu
Ibu yang hamil pada usia terlalu muda dapat mengakibatkan keguguran dan prematuritas yamg mengakibatkan kemampuan intelegensi yang dilahirkan rendah. Ibu yang hamil usia tua beresiko tinggi pada kelahiran anak dengan down sindrom.
b.    Nutrisi
Ibu hamil yang kekurangan nutrisi tidak hanya mempengaruhi fisik anaknya tetapi juga kualitas mental seperti kecerdasan emosi.
c.    Obat-obatan
Alkohol, nikotin atau obat sejenis dapat menimbulkan retardasi mental, pertumbuhan terhambat dan kelemahan koordinasi tubuh.
d.    Kesehatan ibu
Jika selama hamil ibu sering mengalami gangguan mental dapat berakibat kondisi janin kurang sehat.
e.    Status gizi
Status gizi berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan awal jaringan otak yang tudak sempurna dapat menyebabkan gangguan psikiatrik.
2.    Psikososial
    Kemampuan intelegensi individu
Kemampuan intelegensi individu dalam menyelesaikan konflik diri dengan menggunakan berbagai upaya koping yang sesuai untuk mengurangi ketegangan.
    Kemampuan bahasa individu
Kemampuan bahasa individu dapat mengurangi ketegangan psikis dengan kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan.
    Pengalaman masa lalu
Kesehatan mental dapat dihubungkan dengan pengalaman masa lalu yang menyenangkan atau menyakitkan.
    Konsep diri
Bagaimana kesesuaikan persepsi terhadap diri dapat mempengaruhi kesehatan mental
    Motivasi
Bagaimana motivasi dalam menghadapi tantangan dan dinamika kehidupan
3.    Sosial budaya
    Stratifikasi sosial
Dalam berbagai penelitian menunjukkan kelompok sosial rendah lebih besar kemungkinan gangguan psikiatrik disbanding kelompok sosial yang tinggi.
    Interaksi sosial
Makin baik interaksi sosial, makin baik kesehatan mentalnya.
    Keluarga
Kondisi keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan mental diantaranya perceraian dan perpisahan, keluarga yang tidak fungsional dan abuse pada anak.
    Perubahan sosial
Perubahan sosial yang terlalu cepat dapat mengakibatkan masyarakatnya mengalami kegagalan dalam penyesuaian terhadap perubahan itu.
4.    Lingkungan
    Lingkungan fisik
Kepadatan tempat tinggal dapat berakibat bagi mentalitas seperti peningkatan tindak kejahatan, bunuh diri, penyakit jiwa dan lain-lain.
    Lingkungan kimiawi
Zat-zat seperti amfetamin, barbiturate, kafein, kokain, morfin dapat mengakibatkan gangguan mental.
    Lingkungan biologis
Penyakit seperti cacar air, campak, gondok, TBC, dan AIDS dapat menyebabkan penyakit sekaligus kerusakan pada otak manusia yang beresiko tinggi bagi timbulnya gangguan mental.
5.    Respon fisiologis
Simulasi saraf otonom dan simpatis serta peningkatan aktivitas hormone, tremor, peningkatan motilitas dapat menyebabkan gangguan mental.

C.    Masalah Kesehatan Mental Kronis
Gangguan jiwa adalah gangguan yang mempengaruhi jiwa orang, perasaan, dan perilakunya. Masalah kesehatan mental kronis merupakan suatu sindrom dengan gejala spesifik berupa gangguan kognisi, persepsi, emosi, dan atau perilaku individu yang secara berulang dalam periode waktu yang lama. Masalah kesehatan mental yang biasa terjadi pada komunitas antara lain:
1.    Depresi
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berfikir, berperasaan, dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominant muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Penyebab depresi:
a.    Faktor biologis
Sakit fisik, pengaruh hormonal, depresi pasca melahirkan, penurunan berat badan drastis, susunan kimia otak dan tubuh (hormon adrenalin yang memegang peranan utama dalan mengendalikan otak dan aktivitas tubuh jumlahnya berkurang pada orang yang mengalami depresi).
b.    Faktor psikososial
Stres, konflik individu, masalah kepribadian (orang yang memiliki kepribadian depresif membuat mereka terasing dari masyarakat dan akhirnya memudahkan depresi), masalah keluarga.
c.    Keturunan
Keluarga lapis pertama (anak, kakak, adik, dan orang tua) dari orang yang menderita depresi berat mempunyai resiko yang lebih besar (10%-15%) menderita penyakit ini daripada penduduk umumnya.
Tanda-tanda depresi :
•    Selalu merasa sedih
•    Kesulitan tidur atau terlalu banyak tidur
•    Kesulitan berfikir jernih
•    Hilang keinginan untuk bersenang-senang, makan atau seks
•    Gangguan fisik seperti pusing atau gangguan usus yang tudak disebabkan oleh penyakit
•    Bicara dan gerakan lambat
•    Merasa kurang tenaga untuk kegiatan sehari-hari
•    Berfikir kearah bunuh diri atau kematian
2.    Scizofrenia
Kelainan jiwa ini terutama menunjukkan gangguan dalam fungsi kognitif (pikiran), berupa disorganisasi. Jadi gangguannya ialah mengenai pembentukan arus serta isi pikiran. Di samping itu juga ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan, dan keinginan. Skizofrenia ditemukan 7 per 1.000 orang dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun..
3.    Bunuh diri
Saat ini terdapat pergeseran usia orang yang bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun sudah menjadi hal yang biasa ditemukan. Ini merupakan indikator kegagalan orang tua di rumah, orang tua di sekolah, dan orang tua di masyarakat membekali keterampilan hidup pada anak-anak untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Angka bunuh diri di suatu masyarakat akan meningkat berkaitan dengan pertambahan penduduk yang cepat, krisis multidimensi termasuk kesulitan ekonomi, dan pelayanan kesehatan.
 Gangguan mental yang paling sering berhubungan dengan risiko bunuh diri adalah depresi (perasaan sedih, bersalah dan tak berguna yang mendalam, disertai hilangnya gairah hidup), diikuti oleh gangguan bipolar (fluktuasi mood senang dan sedih yang berlangsung cepaf), skizofrenia ( gila, karena isi pikirannya tidak sesuai dengan realita), anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (menurunkan asupan makanan dengan sengaja), perilaku mutilasi diri, dan penyalahgunaan zat.
4.    Trauma
Setelah mengalami suatu kejadian yang cukup mengagetkan, menakutkan sampai mengerikan, korban biasanya mengalami ketakutan, ketidakberdayaan, dan rasa dihantui. Reaksi terhadap kejadian tersebut memang akan berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan pengalaman hidup masing-masing. Ada yang kemudian mengalami kejadian yang tidak disukai tersebut di dalam mimpi atau bayangan mereka, tetapi ada juga yang tidak lama merasakan penderitaan semacam itu. Ada yang kemudian berusaha mengurung diri atau menjauhkan diri dari hal-hal yang mengingatkan terhadap kejadian yang sebenarnya..
Banyak cerita tentang anak-anak korban kerusuhan yang sedang bermain-main akan segera lari tunggang langgang kalau mendengar ada pertengkaran di dekat mereka. Mereka akan langsung cepat-cepat bersembunyi menyelamatkan diri di mana pun, misalnya di rumah penduduk atau warung kopi terdekat. Seorang karyawan yang bekerja di Jakarta dan mengalami perang Aceh sampai saat ini masih sering langsung bersembunyi di bawah meja kerja kalau mendengar suara keras benda jatuh.
Trauma yang muncul dari kerusuhan, konflik, dan perang sering membuat korban merasa tidak aman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketakutan dan kecemasan melingkupi hidup mereka, mereka umumnya akan menjalani irama hidup yang abnormal. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa mereka sedang menghadapi dunia yang tidak dapat mereka percayai. Yang mengerikan, trauma semacam itu dapat membentuk watak balas dendam. Kepedihan, keperihan, dan kesedihan hidup mengarahkan mereka untuk melakukan tindak balas dendam yang dapat merugikan kehidupan bersama.  Para pendamping anak-anak korban perang di Aceh menandai bahwa banyak dari mereka yang jiwanya masih dipenuhi rasa sakit hati, dendam, dan cenderung mudah melakukan kekerasan. Itu dikarenakan mental dan imajinasi mereka telah dirasuki hal-hal yang penuh kekerasan. Padahal, semua dari kita juga tahu bahwa pengalaman pada masa kanak-kanak akan berpengaruh besar terhadap mental dan perilaku ketika dewasa.
Pengalaman traumatik pada orang dewasa dapat menyebabkan hal ringan seperti kecemasan sampai hal-hal lain, seperti sulit tidur, tidak mempunyai selera makan, jantung sering berdebar keras, suka marah untuk menyalurkan rasa tidak berdayanya, tidak percaya terhadap orang lain sampai gangguan paranoid.

1 comment:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    ReplyDelete