Melakukan pemasangan infus vena perifer pada pasien kritis mungkin akan mengalami kesulitan dan memakan waktu yang lama. Kesulitan terjadi karena ketebalan jaringan subkutan apa lagi pada anak yang bertubuh gemuk, pembuluh darah kolaps yang terjadi pada dehidrasi berat, shock atau henti jantung. Pemberian obat melalui endotrachal tube mungkin tidak terabsorbsi dengan cepat selama kondisi cardiorespiratory arrest. Dalam situasi seperti ini seringkali vena sentral adalah pilihan utama, tetapi untuk melaukan akses vena sentral membutuhkan seorang perawat ataupun dokter level advance, yang tidak selalu ada ditempat pada situasi emergency selain itu memakan waktu lama dan menggangu aktivitas RJP terutama bila yang hendak diakses adalah vena jugularis internal ataupun subclavia.
Di luar negeri penggunaan metoda ini sebenarnya sudah mulai dikemukakan dalam jurnal medis tahun 1922, kemudian tahun 1940 beberapa penelitian dan studi kasus mengemukakan cara ini dapat digunakan untuk memberikan transfusi, cairan dan obat-obatan. Metode ini banyak digunakan terutama pada Perang Dunia II. Tetapi sejak ditemukannya IV cath berbahan plastik, maka akses vena perifer dianggap jauh lebih mudah, sehingga sampai tahun 1977 metode ini tidak pernah dibicarakan lagi.
Pada pertengahan ’80 an dan ’90 an review dan penelitian dilakukan kembali terhadap metode IO karena ternyata petugas medis banyak mengalami kesulitan bahkan gagal untuk mengakses vena perifer dan banyak nyawa yang tidak terselamatkan. Berdasarkan data penelitian pemasangan infus intravena perifer membutuhkan waktu tercepat (rata-rata 3 menit). Akan tetapi angka kesuksesan pemasangan infus intravena perifer hanya 17%, dibandingkan dengan metode intraosseous angka keberhasilannya 83%, metode venous cutdown (vena seksi) angka keberhasilan 81%, dan 77% untuk akses vena central. Waktu yang dibutuhkan untuk memasang intraosseous line 4,7 menit bahkan kurang bila dilakukan oleh paramedis terlatih dan berpengalaman (waktu tercepat 1 menit), bandingkan dengan vena central yang 8,4 menit dan 12,7 menit pada vena seksi. Penelitian pemasangan infus intraoseous menunjukkan bahwa infus intraoseous aman dan efektif. Tindakan ini dapat dilakukan juga pada pasien lebih besar yang dilakukan resusitasi dimana akses vaskuler tidak bisa dilakukan.
IO hanya boleh dipasang tidak lebih dari 24 jam mengingat komplikasi yang dapat ditimbulkan tetapi paling tidak dapat menjadi alternatif sampai akses vena perifer ataupun sentral didapat.
a. Tinjauan Anatomi
Kanal medula tulang mempunya hubungan langsung dengan sistem pleksus vaskular (pada ektremitas) sedangkan tulang sternum memiliki hubungan langsung dengan azigus dan vena mammae internal. Anatomi dari tulang yang lazim menjadi target pemasangan IO hampir sama.
Gambar 1 : Anatomi tulang
(Sumber : Blacka, 2010)
Gambar 2 : Anatomi intraosseus
(Sumber : Blacka, 2010)
b. Indikasi
Intraosseus diperlukan segera untuk resusitasi jika akses vaskuler tidak bisa dilakukan atau terlambat bila dilakukan. Prosedur ini sangat bermanfaat pada kondisi pasien anak yang mengalami henti jantung. Kondisi lain yang membutuhkan tindakan ini antara lain : shock, trauma, dehidrasi berat, status epileptikus, atau berbagai kondisi yang membutuhkan pemberian cairan, obat-obatan, atau tranfusi yang sifatnya segera.
c. Kontra Indikasi
Pada lokasi pemasangan intraosseous tidak boleh mengalami selulitis, abses dan luka bakar. Fraktur tulang ipsilateral akan meningkatkan resiko ekstravasasi yang mendorong terjadinya kompartemen sindrom dan nonunion pada fraktur tulang. Kontra indikasi relatif pada kegagalan pemasangan intraosseous pada tulang yang sama.
d. Alat-alat yang DibutuhkanAlat-alat yang diperlukan untuk pemasangan intraosseus antara lain :
1) Larutan povidone iodine
2) Anesthesia lokal
3) Lidocaine 1%
4) Jarum intraosseous
5) Syringe 5-10 ml
6) Infus set dan normal saline
7) Plester
8) Imobilisasi.
e. Persiapan Pasien
Berbagai persiapan pasien yang harus diperhatikan sebelum pemasangan intraosseus antara lain :
1) Jelaskan ke pasien/keluarga pasien tentang resiko dan keuntungan teknik ini.
2) Informed Consent.
3) Tentukan lokasi dengan palpasi.
4) Bersihkan kulit dengan povidone iodine.
5) Infiltrasi lokal anesthesi ke dalam kulit, jaringan subkutan dan jaringan periosteum diatas tulang yang akan ditusuk.
f. Lokasi Pemasangan
1) Tibia Proximal
Tibia proximal lokasi yang paling sering digunakan pada pasien anak.
Gambar 3 : Lokasi pemasangan intraosseus pada tibia proximal
(Sumber : Blacka, 2010)
Titik yang ditunjukkan oleh gambar di atas merupakan titik masuknya jarum intraosseus.
2) Tibia DistalTibia distal disarankan untuk intraosseous pada pasien dewasa.
Gambar 4 : Lokasi pemasangan intraosseus pada tibia distal
(Sumber : Blacka, 2010)
Titik yang ditunjukkan oleh gambar di atas merupakan titik masuknya jarum intraosseus.3) Humerus Proximal
Humerus proximal merupakan lokasi alternative untuk intraoseous akses.
Gambar 5 : Lokasi pemasangan intraosseus pada humerus proximal
(Sumber : Blacka, 2010)
g. Teknik PemasanganTeknik pemasangan intraosseus adalah sebagai berikut :
1) Periksa kelengkapan dan fungsi alat,
2) Tentukan lokasi dan imobilisasi dengan tangan yang tidak dominan.
Gambar 6 : Stabilisasi extremitas
(Sumber : Blacka, 2010)
3) Pegang jarum intraosseous dengan tangan yang dominan.4) Masukkan jarum dengan cara tegak lurus atau sedikit angulasi 10o - 15o dari panjang tulang.
Gambar 7 : Posisi jarum 90 derajat saat dimasukkan
(Sumber : Blacka, 2010)
5) Arah jarum selalu menjauhi growth plate untuk menghindari cidera.
6) Setelah menembus kulit dan jaringan subkutan, jarum akan kontak dengan tulang. Untuk menembus koteks tulang jarum dimasukkan dengan cara memutar.
Gambar 8 : Posisi jarum yang tepat pada saat penusukan
(Sumber : Blacka, 2010)
7) Setelah jarum masuk intraosseous hentikan untuk mencegah over penetrasi.8) Keluarkan stylet.
Gambar 9 : Cara mengeluarkan stylet
(Sumber : Blacka, 2010)
9) Aspirasi darah (mungkin tidak berhasil pada situasi resusitasi henti jantung) untuk meyakinkan lokasi jarum sudah benar.
Gambar 10 : Teknik aspirasi
(Sumber : Blacka, 2010)
10) Hubungkan dengan cairan infus yang sudah disiapkan
Gambar 11 : Jarum dihubungkan dengan cairan infus dengan tekanan
(Sumber : Blacka, 2010)
11) Imobilisasi dan balut jarum dengan kasa steril.h. Kompetensi Perawat
a. Infenction control, komunikasi terapetik, pendokumentasian
b. Anatomi dan fisiologi
c. Bantuan hidup dasar (minimal) lebih baik ACLS
d. Tehnik pemasangan infus IO (intraosseosa) dengan berbagai alat yang tersedia.
SUMBER :
Blacka, J, 2010, Vascular Access in the Emergency Setting, Mayo Health Care, http://www.mayohealthcare.com.au/education/pdf/forums/Vascular%20Access%20in%20the%20Emergency%20Setting.pdf
Howarth, D, 2011, Adult intraosseous access Experiences in a remote emergency department, Australian Family Physician, vol. 40, no. 7, page: 510-511, www.racgp.org.au/afp/.../201107howarth.pdf, Diakses pada tanggal 20 Juli 2012.
No comments:
Post a Comment