PENANGKAL STIGMA DI TENGAH WABAH CORONA


Saat ini dunia sedang diguncang bencana yang disebabkan oleh virus corona bentuk baru yang dikenal dengan istilah Covid-19. Kemunculan covid 19 yang pertama kali menginfeksi warga Wuhan, Tiongkok ini telah menyebar ke berbagai penjuru negara di dunia. Berbagai negara di dunia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk membendung penyebaran covid 19, mulai dari kebijakan lockdown, massive rapid test (test masal), serta physycal distancing. Hal tersebut juga menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia yang saat ini menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyabaran covid 19.

Imbas dari penyebaran covid 19 di berbagai negara tidak hanya menimbulkan dampak kesehatan, tetapi juga telah membuat lesu aktivitas perekonomian, serta menimbulkan berbagai dampak sosial. Salah satu dampak sosial yang mulai tampak di masyarakat adalah munculnya stigma terhadap ODP (orang dalam pengawasan), PDP (pasien dalam pengawasan), pasien yang positif covid 19, serta terhadap tenaga kesehatan termasuk di dalamnya perawat. Sebuah survei yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Keperawatan UI kepada perawat di awal April 2020 menunjukkan bahwa 135 responden pernah diminta meninggalkan rumah kost nya karena takut menularkan penyakit covid 19, 66 responden pernah mendapatkan ancaman pengusiran dari warga, 160 responden mengatakan bahwa warga menghindar dan menutup pagar/pintu rumah ketika melihat perawat lewat dan 71 responden mengatakan keluarganya juga ikut kena dampak dan dijauhi warga.
Lebih dari itu bahkan di sejumlah daerah muncul respon penolakan pemakaman terhadap jenazah pasien yang meninggal akibat covid 19. Yang lebih miris lagi adalah penolakan sejumlah warga masyarakat terhadap pemakaman jenazah seorang perawat rumah sakit di Semarang yang gugur tanggal 9 April 2020 saat menjalankan tugas suci merawat pasien covid 19. Hal tersebut menunjukkan bahwa respon sebagian masyarakat kita terlalu berlebihan dan tidak berdasar. Kalau stigma ini tidak segera dihilangkan, maka akan menyebabkan dampak psikososial diantaranya stress, sedih dan juga malu. Bahkan kondisi tersebut berpotensi menimbulkan dampak social yang lebih luas, diantaranya adalah stereotip, bahkan sampai diskriminasi terhadap pasien, petugas kesehatan maupun keluarga. Hal tersebut sangat memungkinkan menimbulkan sebuah gesekan atau konflik social di tengah masyarakat.

Salah satu faktor yang memicu munculnya stigma adalah persepsi dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap suatu peristiwa. Ketakutan yang berlebihan terhadap covid 19 yang tidak ditunjang dengan pengetahuan yang memadai dapat memicu stigma di masyarakat. Hal ini sangat mungkin terjadi karena covid 19 merupakan penyakit baru, sehingga informasi dari para pakar tentang penyakit ini masih terbatas. Masih terbatasnya informasi dari pakar terhadap covid 19 juga berdampak pada belum ditemukannya obat ataupun vaksin yang spesifik untuk penyakit ini. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan semakin santernya kabar hoax yang berkembang di masyarakat mengenai penyakit ini. Selain itu, tingginya kasus covid 19 di Indonesia yang saat ini mencapai angka 8%, juga membangun persepsi masyarakat bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang mengerikan. Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan agar stigma tidak tumbuh subur di tengah wabah corona ini, diantaranya :
Pertama. Penyajian informasi yang akurat dan rasional kepada masyarakat. Setiap informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang covid 19 harus ditunjang dengan data dan sumber yang valid. Di tengah pandemi virus corona, masyarakat kita sering mengkonsumsi berita hoaks terkait corona. Kalau masyarakat sering mengkonsumsi berita yang sifatnya hoax, maka pengetahuan yang didapat masyarakat mengenai penyakit ini akan salah. Hal tersebut juga akan membentuk persepsi yang salah di masyarakat. Sebagai contoh dari kasus penolakan pemakaman jenazah pasien covid 19 oleh sebagian masyarakat kita, penyebabnya adalah karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang penularan virus covid 19. Perawatan jenazah pasien PDP maupun positif covid di rumah sakit sudah dilakukan sesuai standar dari badan kesehatan dunia (WHO), sehingga jenazah dipastikan aman, steril, dan diberikan perlindungan berlapis. Bahkan untuk menunjang keselamatan, keluarga juga tidak diperbolehkan mendekat selama proses perawatan jenazah. Jenazah yang sudah dimakamkan di kedalaman tertentu juga tidak akan mungkin bisa menularkan virusnya karena secara keilmuan virus juga akan mati saat inangnya (manusia) sudah mati. Selain itu jarak lokasi pemakaman dengan pemukiman yang jauh, seharusnya juga dapat menepis kekhawatiran masyarakat kita akan penularan virus ini mengingat metode penularannya secara droplet. Artinya virus bisa ditularkan melalui percikan pada jarak dekat maupun kontak langsung dari tubuh si penderita kepada orang lain. Fakta tersebut menggambarkan bahwa penolakan terhadap pemakaman jenazah pasien PDP maupun positif covid 19 sangat tidak rasional. Sangat kita sadari di tengah pandemi corona, berita hoaks begitu intens menghujani di tengah masyarakat kita. Pemerintah dan juga masyarakat harus bekerja sama untuk membendung informasi/berita hoaks seputar corona. Segala informasi yang tidak benar yang beredar di masyarakat berpotensi menyebabkan persepsi yang salah di masyarakat akibat pengetahuan yang salah. Media harus ikut ambil peran di sini untuk senantiasa menyajikan berita yang berimbang, kontekstual, dan berbasis bukti agar bersama-sama bisa memerangi informasi yang tidak benar di masyarakat.

Kedua. Jangan terlalu responsif dalam menyikapi setiap informasi tentang covid 19 yang diterima. Di era revolusi industri 4.0, masyarakat sangat mudah dan cepat untuk mengakses maupun menyebarkan berbagai informasi baik itu informasi yang valid, amupun informasi yang tidak valid/hoak. Masyarakat harus cerdas, mampu memilah dan memilih sebelum mengkonsumsi informasi tertentu. Salah satu faktor yang menyebabkan cepatnya informasi hoaks tersebar adalah kebiasaan buruk masyarakat kita yang terlalu responsive/mudah sekali untuk menyebarkan informasi tanpa dibaca atau diklarifikasi kebenaran informasi tersebut. Budaya literasi dan menyaring berita sebelum disebarkan harus dikampanyekan lagi.

Ketiga. Pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mencegah stigmatisasi terhadap ODP, PDP atau pasien positif covid 19 maupun tenaga kesehatan. Support social/dukungan social sangat diperlukan untuk mendukung program penanggulangan covid 19 di masyarakat. Tingginya dukungan sosial di masyarakat terhadap ODP, PDP atau pasien positif covid 19 maupun tenaga kesehatan akan menepis persepsi masyarakat bahwa covid 19 itu bukanlah sebuah aib, melainkan ini adalah masalah kesehatan dunia yang harus ditanggulangi bersama-sama. Kondisi ini dapat membuat keterbukaan di masyarakat, sehingga penderita covid 19 lebih cepat untuk ditemukan dan ditangani. Untuk pasien, tingginya dukungan masyarakat akan meningkatkan optimisme, mampu menurunkan kecemasan dan juga level stress sehingga akan meningkatkan system imun. Ini merupakan modal yang sangat berharga bagi tubuh pasien untuk melawan infeksi virus tersebut sehingga pasien diharapkan dapat segera sembuh. Bagi tenaga kesehatan yang merupakan barisan terdepan dalam penanganan covid 19, dukungan sosial dari masyarakat dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri dalam merawat pasien. Kondisi tersebut akan meningkatkan semangat kerja, sehingga tenaga kesehatan akan selalu focus bekerja merawat pasien covid 19.

Keempat. Membangun jejaring dukungan masyarakat yang lebih luas untuk mencegah stigma. Dalam hal ini, para public figur maupun artis dapat berperan untuk selalu menyuarakan dukungan di tengah masyarakat terhadap ODP, PDP, pasien covid 19 maupun tenaga kesehatan. Hal tersebut menggambarkan sebuah perhatian, kepedulian dan juga empati, sehingga jiwa persaudaraan masyarakat di tengah wabah covid 19 akan semakin erat.

Dengan langkah tersebut, semoga stigma di mayarakat terhadap ODP, PDP, pasien covid 19 maupun tenaga kesehatan maupun keluarganya bisa segera kita cegah bersama, sehingga tidak ada lagi berita penolakan pemakaman jenazah para pejuang kemanusiaan di tengah masyarakat kita.
Hentikan Stigma terhadap pasien covid 19 dan tenaga kesehatan.
Aamiin.

0 Komentar untuk "PENANGKAL STIGMA DI TENGAH WABAH CORONA"

About Me

My photo
Assalamuálaikum. Sugeng rawuh di gubuk kami. Saya sangat senang dan berterima kasih kalau ada teman-teman yang mau berbagi ilmu di sini.

fijaytrangkil@gmail.com

Powered by Blogger.
Back To Top